Pekanbaru iNews.id - Sebagian warga Jalan Badak Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru meminta Pemkot Pekanbaru untuk mengevaluasi sebidang tanah yang akan diganti rugi untuk pembagunan waduk perkantoran baru. Hal ini karena status lahan yang akan diganti rugi masih bermasalah.
Pengacara warga Bintang Sianipar mengatakan bahwa pihaknya sudah melayangkan surat permohonan kepada Pemkot Pekanbaru dan Dinas Pertanahan Kota Pekanbaru untuk penundaan pembayaran ganti rugi di Jalan 70 atas nama Anita.
"Kita telah mengirim surat ke Pemko Pekanbaru Cq Dinas Pertanahan Kota Pekanbaru untuk permohonan penundaan di lahan Jalan 70 itu," kata Bintang Kamis (25/8/2022).
Dia menjelaskan bahwa dia merupakan pengacara dari Wahab, Sakdia dan Ali yang mengetahui ihwal mengenai legalitas atas alas hak tanah yang akan diganti rugi itu. Bintang menuturkan bahwa surat ganti rugi atas nama Anita yang teregister pada Kantor Tenayan Raya pada 25 Agustus 2021. "Dimana dalam keterangannya bahwa yang menerima ganti rugi adalah Wahab, kliennya. Saya tegaskan bahwa Pak Hawab tidak ada pemerima uang ganti rugi itu yang disebut Ro 150 juta dari Anita," imbuhnya.
Tanah tersebut seluas 4661 M2. Dia menegaskan bahwa kliennya Wahab tidak memiliki lahan di objek yang akan diganti rugi itu. "Wahab menyatakan bahwa objek tanah bukan miliknya melainkan milik alh Hamid/Sakdia.
"Ali sebagai ahli waris Sakdiah menyatakan bahwa lahan itu milik mendiang ayahnya. Dia keberatan dengan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) atas nama Anita tersebut. Jadi para pemberi kuasa sangat keberatan apabila ganti rugi tanah pengaturan tata letak di Jalan 70 diberikan ke Anita sebelum ada penyelesaikan yang jelas pada klien kami. Jadi kita tegaskan Kepada Dinas Pertanahan Kota Pekanbaru menunda pembayaran ganti rugi," tukasnya.
Sementara itu Mimis Yulita mengaku bahwa tanah sepadannya bahwa lahannya itu sepedan dengan tanah Sakdia bukan Anita. "Tanah saya dibeli dari Leman. Sedangkan Leman membeli tanah dari Ali Asmi (anak Sakdia).
Kepala Dinas Pertanahan Kota Pekanbaru menekankan agar sengketa lahan antara Anita dengan Sakdiah harus diselesaikan lewat mediasi. Karena suratnya baru setingkat SKGR, mediasi dilakukan di kecamatan.
Menurut Dedi, persoalan tanah atas nama Anita ini muncul, saat proses surat tanahnya diminta dibalik nama dari atas nama Anita ke Pemko Pekanbaru. Sayangnya, Anita tidak bersedia, sehingga timbul pertanyaan, mengapa Anita tidak bersedia membalik nama sebagaimana proses lainnya.
Dia menjelaskan jika persoalannya belum clear, makan pihaknya tidak akan menerbitkan SPM atas nama Anita, sebagai bagian dari proses ganti rugi tanah. "Berhubung alas hak tanahnya baru setingkat kecamatan, dengan demikian, mediasi dilakukan di tingkat kecamatan, ujar Dedi Gusriadi dengan mimik serius.
Lebih lanjut Dedi mengisahkan, karena tidak bersedia melanjutkan proses ganti rugi tanahnya, Anita pernah melaporkan Dinas Pertanahan Kota Pekanbaru ke Ombudsman. "Kami sudah dimintai keterangan oleh Ombudsman. Semua sudah kami jelaskan, setiap pelaksanaan proses ganti rugi tanah dalam Konsolidasi Tanah (KT), suratnya harus lebih dulu dibalik nama.
Namun, tenyata Anita tidak bersedia melakukan balik nama, sehingga, lahan yang tercantum atas nama Anita, tidak dapat di proses. Setelah itu menurutnya ada kabarnya, Ombudsman memanggil Anita untuk menjelaskan hasil pertemuan dengan dinas pertanahan, sayangnya Anita tidak hadir.
Sementara itu pengacara Anita, Nuriman meminta mempertanyakan aturan pengurusan balik nama. "Klien kita ada dua bidang tanah yang belum diganti rugi," ucapnya.
Editor : Banda Haruddin Tanjung