Pajar Sebut Ilmu Lingkungan Tidak Tepat Ditempatkan di Bawah Pembangunan Berkelanjutan
iNewsPekanbaru-id - Pakar Ilmu Lingkungan dari Universitas Indonesia (UI), Mahawan Karuniasa, menyoroti adanya kekeliruan substantif dalam penempatan studi Ilmu Lingkungan di bawah naungan fakultas atau program pascasarjana Pembangunan Berkelanjutan. Menurutnya, hal tersebut berpotensi mereduksi peran keilmuan Ilmu Lingkungan sebagai sains penjaga keberlanjutan Bumi.
Mahawan menjelaskan bahwa kesalahan mendasar ini terjadi karena kedua bidang ilmu tersebut berangkat dari paradigma ilmiah yang berbeda, baik secara ontologis (hakikat), epistemologis (cara memperoleh ilmu), maupun aksiologis (nilai).
"Ilmu Lingkungan berakar kuat pada sustainability science dan general system theory yang bersifat integratif dan interdisipliner," ujar Mahawan. Ia menambahkan, fokus ilmu ini adalah memahami, menjaga, dan memulihkan keharmonisan antara sistem penyangga kehidupan Bumi (earth life-support systems) dan lingkup budaya manusia (human culture sphere) dalam satu kesatuan ekosistem.
Beda Paradigma: Ekosentris vs. Antroposentris
Mahawan Karuniasa menegaskan bahwa paradigma Ilmu Lingkungan adalah ekosentris, bahkan lebih luas lagi, yakni earth centered dan sistemik, menempatkan manusia sebagai bagian dari sistem kehidupan yang lebih besar.
"Sebaliknya, Pembangunan Berkelanjutan adalah turunan dari teori pembangunan yang bersifat normatif dan aplikatif. Paradigma ini masih antroposentris, di mana manusia menjadi subjek yang mengelola alam demi keberlanjutan proses pembangunan ekonomi dan sosial," jelasnya.
Menurutnya, Ilmu Lingkungan menggunakan basis analisis dan sintesis ilmiah yang mencakup interaksi energi, materi, informasi, hingga nilai-nilai keberlanjutan. Sementara Pembangunan Berkelanjutan lebih berorientasi pada kebijakan, tata kelola, dan inovasi teknologi untuk pembangunan.
Reduksi Ilmiah dan Subordinasi Konseptual
Ketika Ilmu Lingkungan diposisikan dalam kerangka Pembangunan Berkelanjutan, Mahawan menyebutkan terjadi reduksi ilmiah yang signifikan.
"Pendekatan sistemik dan ilmiah terhadap keberlanjutan akan tereduksi menjadi sekadar instrumen kebijakan pembangunan," katanya.
Reduksi ini mengakibatkan studi Ilmu Lingkungan kehilangan otonomi ilmiahnya dan bergeser dari upaya menjaga keseimbangan sistem kehidupan menjadi terfokus pada rasionalitas pembangunan yang sering kali menilai alam berdasarkan nilai ekonomi dan utilitas manusia semata.
"Hal ini bukan hanya menyalahi hakikat sustainability science, tetapi juga menghambat lahirnya inovasi ilmiah dan kebijakan berbasis ekologi yang utuh," tegas Mahawan.
Oleh karena itu, secara substansial, Mahawan Karuniasa menyimpulkan bahwa menempatkan Ilmu Lingkungan di bawah payung Pembangunan Berkelanjutan bukanlah bentuk integrasi yang ideal, melainkan subordinasi konseptual yang mereduksi peran vital ilmu lingkungan sebagai sains penjaga keberlanjutan kehidupan Bumi.
Editor : Banda Haruddin Tanjung